Hukum

Kelebihan Bayar Berpeluang Besar Menjadi Kerugian Negara

Mantan Kepala DInas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dr. Andreas W. Koreh, MT (*)

KUPANG, SUARA-FLORES.COM,- Pasca BPK RI mengaudit kinerja Pemprov DKI Jakarta, istilah Kelebihan Bayar menjadi viral di media. Berdasarkan temuan BPK RI terhadap kinerja Pemprov DKI Jakarta ditemukan ada kelebihan bayar. Kelebihan bayar tersebut mengakibatkan potensi kerugian negara. Dan terjadi di semua daerah di Indonesia. Sehingga rekomendasi auditor adalah dengan menyetor kembali kelebihan bayar ini. Kapan kasus kelebihan bayar bisa terjadi?

Menurut Dr Andreas W. Koreh, MT, salah satu ASN (birokrat senior di Pemprov NTT, kelebihan bayar bisa terjadi kapan saja, dimana saja dan dengan cara apa saja dalam pengadaan barang dan jasa apapun. Hal yang perlu dicermati adalah apakah itu memang diniatkan agar terjadi kelebihan bayar ? Untuk mencermati banyak indikasinya saat di audit.

“Tidak semua kelebihan bayar terjadi karena diniatkan. Bisa saja karena keteledoran dan ketidaktahuan. Walau menjadi sulit dinilai apakah ini faktor kesengajaan. Oleh karena itu, kelebihan bayar bisa saja dikatagorikan merugikan keuangan negara,” terang Andre, Jumad (27/8/2021) melalui ponselnya dari Jayapura di sela sela acara chief the meeting menjelang PON Papua Oktober 2021 mendatang. .

Dikatakan Andre Koreh, yang juga mantan Kadis PUPR NTT dua periode ini, kerugian negara bisa masuk di ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kalau terbukti secara nyata memang disengaja, diniatkan dan memang direncanakan. Nyata karena sudah ada perhitungannya dan sudah termuat dalam LHP ( Laporan Hasil Pemeriksaan) Auditor.

“Dokumen-dokumen itu akan menyatakan itu sejauh mana niat dari objek pemeriksaan ,” imbuhnya.

Dikatakannya, kalau sudah ada perbuatan melawan hukum yang diniatkan dan kerugian negara secara nyata dan nampak jelas telah dirugikan karena sudah ada perhitungannya apalagi sudah ada pihak yang diuntungkan baik diri sendiri ataupun korporate , maka Pasal 2 dan 3 dari Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Tipikor akan terpenuhi. Kalau sudah terpenuhi, maka hukumnya menjadi jelas sesuai kadar kesalahan yang dibuat.

“Ya di sinilah kejelian, kecermatan dan ketelitian serta keberpihakan penegak hukum dalam melihat kasus demi kasus. Sehingga, unsur subjektifitas penyidik akan menjadi dominan dalam melihat kasus kelebihan bayar ini. Dan juga harus dilihat temuan dengan rekomendasi kelebihan bayar ini masuk pada ranah apa. Apakah masih di ranah auditor atau sudah di ranah penyidik,”terangnya.

Istilah kelebihan bayar ini, kata dia, muncul di ranah auditor sehingga diberikan waktu selama 60 hari sesuai ketentuan UU BPK agar objek menindaklanjutinya. Menindak lanjutinya dimana salah satunya dengan menyetor kembali potensi kerugian negara tersebut yang dalam istilah auditor adalah “kelebihan bayar” . Walau telah terjadi “fraud” dan “mensrea “ nya nampak nyata. Titiknya disitu, apalgi jika lebih dari 60 hari objek belum menindak lanjuti semua rekomendasi auditor, maka auiditornya wajib melaporkan ke aparat penegak hukum jika ada indikasi perbuatan pidana.

Sekali lagi, tegas Andre, ini menjadi ranah auditor. Hal ini yang sering kali tidak ditindak lanjuti oleh auditor , sehingga banyak temuan yang berindikasi kerugian negara tidak dilanjutkan ke APH. Atau selebihnya jika kelebihan bayar ini masuk di ranah penyelidikan ( Lid ) Aplagi di ranah Penyidikan ( dik ), maka pasal 4 UU 30 /1999 tentang Tipikor bisa dipakai dimana pengembalian kerugian negara tidak menghapus perbuatan pidana. Bisa saja pada tahap ini penyidik tidak menemukan “mensrea “ atau niat maupun “fraud” atau kecurangan yg dibuat oleh objek pemeriksaan. Karena sudah disetor kembali.

Dalam hal ini Kasus korupsi, lanjut Andre, bisa saja tidak dianggap sebagai Tipikor, tergantung ke arah mana penyidik meneliti dan melihatnya sesuai kadar kesalahan yang terjadi. Apakah karena lalai, lengah, sengaja, dan lain-lain. Bahkan, kasus kelebihan bayar yang terjadi karena lengah pun mestinya bisa masuk ke ranah korupsi.

Semua tergantung data dan fakta yang ditemukan, karena kalau masuk di ranah penyidik, maka semua objek akan mengatakan mereka tidak meniatkan suatu kecurangan. Artinya, kalau ketahuan obyek akan mengatakan tidak diniatkan, tetapi apakah kecurangan ( fraud ) dengan fakta- fakta mengarah ke arah itu? Sebaliknya jika tidak diketahui atau tidak ada temuan , maka yang terjadi adalah negara menjadi rugi walau perbuatan hukumnya terjadi? .

“Dalam kasus kelebihan bayar menjadi sangat relatif akan masuk ke arah Tipikor tergantung fakta dan data yg ditemukan. Hal ini tergantung keseriusan penyidik. Di sinilah penegakan hukum itu diuji,” tegasnya, . (BKR/SFC)

To Top