Hukum

KLHK Babat Hutan di Mabar, Ansy Lema Angkat Bicara

Yohanis Fransiskus Lema

SUARA-FLORES.COM, Pembabatan berhektar-hektar hutan teregister RTK 108 Bowosie, di Desa Nggorang-Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores membuat geram Anggota DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema. Pasalnya, Hutan Bowosie menjadi wilayah tangkapan air di Labuan Bajo yang menjadi harapan hidup petani dan masyarakat sekitar. Pembabatan hutan ini sangat mempengaruhi keberlangsungan 14 sumber mata air yang ada di sekitar.

Pria yang populer dengan panggilan Ansy Lema ini menilai bahwa pembabatan hutan yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf) merusak hutan Bowosie. Di mana hutan tersebut sebagai sumber mata air bagi masyarakat Labuan Bajo.

Kritik tegas, Ansy Lema, politisi PDI Perjuangan tersebut disampaikan langsung dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Kamis, (26/8/2021).

“Kami mendapat kiriman foto, video dan berita pembabatan Hutan Bowosie. Pembabatan berhektar-hektar hutan dilakukan KLHK-Kemenparekraf untuk lokasi proyek pembibitan kayu dan buah-buahan. Pohon-pohon ditebang dan vegetasi lokal dibabat tanpa peremajaan (penanaman),” ujar Ansy Lema.

Menurutnya, pembabatan hutan Bowosie adalah kabar buruk bagi masyarakat Labuan Bajo. Karena lokasi penebangan hutan sangat dekat dengan lokasi mata air di Hutan Bowosie. Hutan Bowosie adalah harapan satu-satunya wilayah tangkapan air di Labuan Bajo untuk keperluan air bersih dan pertanian. 14 mata air yang banyak dipakai langsung oleh masyarakat Labuan Bajo, banyak yang sudah kering total, dan bahkan sudah mati aliran airnya. Penghancuran pohon semakin melemahkan kemampuan hutan untuk menangkap air.

“Hutan Bowosie adalah sumber mata air minum satu-satunya bagi masyarakat Kota Labuan Bajo. Harapan masyarakat kini bertumpu dari hutan Bowosie saja karena masih ada 3 aliran kali yang berhulu dari Bowosie yang masih dapat menunjang aliran sungai Wae Mese, yakni aliran Wae Nuwa, Wae Sipi dan Wae Baling. Jika hutan dibabat, maka rakyat terancam mengalami kesulitan air bersih. Demikian pula, sungai terancam kering, sehingga pasokan air untuk lahan-lahan pertanian berkurang,” papar Ansy.

Apalagi saat ini, lanjut dia, pemerintah telah mengalih fungsi lahan seluas 400 hektar di hutan Bowosie untuk kepentingan bisnis pariwisata yang dikelola Badan Pelaksana Otorita-Labuan Bajo Flores (BPO-LBF). Dalam desain perencanaan, lahan alih fungsi akan dibangun hotel, perumahan komersial, restoran, dan teater. Pembabatan hutan semakin berakibat buruk bagi masyarakat Labuan Bajo karena mereka kehilangan hutan sekaligus air.

“Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Masyarakat kehilangan hutan, serentak pula kehilangan sumber air untuk kebutuhan sehari-hati, juga untuk pertanian dan peternakan,” kata Ansy.

Ansy mengingatkan, status hutan Bowosie adalah hutan produksi dan bersebelahan dengan hutan lindung. Maka, apabila akan digunakan untuk tujuan non kehutanan, terlebih dahulu harus mengurus analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan mendapatkan persetujuan lingkungan untuk mengurus persetujuan penggunaan kawasan hutan. Namun, kenyataannya saat ini pembabatan hutan belum ada izinnya, tidak transparan, dan cenderung disembunyikan dari masyarakat.

“Yang saya ketahui, pembabatan ini belum ada izinnya. Tanpa izin, tindakan pembabatan hutan adalah ilegal dan bisa dipidana. Jadi tolong ini harus dilakukan AMDAL. Bilamana belum ada, proyek tersebut harus dihentikan. Bagaimana mungkin pembabatan hutan dilakukan tanpa AMDAL?”, gugat Ansy.

Lestarikan Hutan Bowosie

Ansy mempertanyakan kebijakan KLHK dan Kemenparekraf menebang pohon-pohon usia dewasa dan membabat vegetasi lokal di Hutan Bowosie. Tidak tepat membangun “pariwisata impor” dengan cara membabat pohon khas vegetasi lokal untuk menanam pohon atau bunga yang didatangkan dari luar negeri dengan tujuan mempercantik bukit-bukit sekitar Labuan Bajo. Jelas hal itu akan sangat berbahaya dalam perspektif ekologis karena merusak keseimbangan alam.

“Aneh dan tidak masuk akal, menebang pohon dan membabat vegetasi lokal untuk membudidayakan benih pohon dan buah-buahan impor. KLHK-Kemenparekraf seharusnya menghargai dan mengembangkan varietas-varietas lokal yang sudah adaptif dengan konteks alam-wilayah di Labuan Bajo, bukan pohon dan buah impor,” tegas Ansy.

Ansy mendesak KLHK untuk mempertahankan kelestarian ekosistem alami hutan Bowosie. Karena Hutan Bowosie adalah sumber air bagi kota Labuan Bajo serta kampung-kampung sekitar, pelindung pemukiman dari potensi bencana banjir, penjaga keseimbangan oksigen dan karbondioksida, habitat alami dari sejumlah burung endemik Flores, dan menjadi tempat rekreasi yang sejuk bagi masyarakat.

“Hutan Bowosie sebagai peyangga ekologi Kota Labuan Bajo dan sekitar. Karena itu, biarkan Hutan Bowosie tetap asri dan asli dengan vegetasi alamnya. Bila perlu, berikan edukasi dan pelibatan partisipatif masyarakat dalam konservasi dan pengelolaan hutan produksi, bukan memberi peluang emas/karpet merah pada perusakan atas nama bisnis pariwisata,” tutupnya. (sf02).

To Top